mengenal sesosok mbah Mudin di telinga para masyarakat tentang Mbah Mudin yang sebenarnya, khususnya dusun krajan II sebelah barat jalan RT 02/RW 06 Desa Tunjung kecamatan randuagung sebelah timur kota kabupaten Lumajang.
Peran orang terdahulu dalam masa sebuah perjuangan setiap daerah memang sering diperhitungakn, karena dengan keberadaan mereka suatu kisah atau sejarah bisa terungkap salah satunya kerahasiaan yang terjaga rapi untuk menutupi sebuah realita pada masanya.
Salah satu nama yang tidak bisa dianggap remeh,tepatnya di Desa tunjung kecamatan Randuagung ini bernama “Mbah Mudin”.
Mungkin banyak yang belum tahu atau mengenal sesosok mbah Mudin di telinga para masyarakat tentang Mbah Mudin yang sebenarnya, khususnya dusun krajan II sebelah barat jalan RT 02/RW 06 Desa Tunjung kecamatan randuagung sebelah timur kota kabupaten Lumajang.
Bisa dikatakan sebagai seorang Tokoh wanita satu-satunya warga setempat yang sudah lanjut usia serta mempunyai umur lebih dari 120 tahun melebihi umur dari masyarakat pada umumnya.
Saat team (KPST) Komunitas Penggali Sejarah Tunjung datang menemuai di kediamannya, mbah Mudin sapaan setiap hari yang diberikan oleh para masyarakat krajan II sekitarnya, yang mempunyai nama asli yaitu ‘Rani’ ternyata menyimpan suatu rahasia yang luar biasa.
Keunikan dari nama Mbah Mudin itu sendiri muncul, sebagaisalah satu orang pertama pendiri mushola dan sekaligus pengelola tempat belajar agama sebagai guru mengaji pertama kali di dusun krajan II dan sekitarnya.
Disamping itu mbah Mudin sendiri juga berperan sebagai penggagas program rutinan perkumpulan penyebar tokoh agama di beberapa tempat.
Supaya tidak dikenal identitas bliau yang sebenarnya sebagai seorang Bu Nyai (guru ngaji), kebetulan juga didukung dari pekerjaan keseharian suami sebagai perangkat Mudin di desa tujung pada masa itu.
Dari situlah kenapa alasannya dengan nama asli “Rani” ini disapa oleh masyarakat dengan sebutan mbah Mudin.
Kediaman Mbah Mudin,yang sudah di renofasi. Tepat di ruang kecil sebelah rumah,Mbah Mudin menyendiri. |
Pada saat team (KPST) mewawancarai bliau dikediamannya, mengatakanbahwa “saya tidak mau di panggil Bu nyai walau saya sebagai pengajar ngaji masayarakat sini, demikianpula suami saya yang sangat menolak keras jika ada yang memanggil bliau dengan sebutan pak kiyai.
Santri saya lebih dari 50 orang waktu itu.Karena alasannya saya tidak mau dengan sebutan Nyai demi keamanan dari sasaran belanda, maka orang-orang memanggil saya mbah Mudin seperti pekerjaan suami saya, terlebih rumah saya juga sebagai basis persembunyian para tentara pejuang dari kejaran belanda”.
Ungkap Mbah Mudin dengan suara tegas.Sampai-sampai ungkap bliau bahwa dalam pembangunan rumah yang ditempatinya sampai saat ini, rumah tersebut sengaja ditanam sebuah emas batangan tepat diatas genting,yang fungsinya menurut beliau sebagai media mistis rumah sehingga terlihat cantik saat dilihatnya dan membuat orang lain merasa tidak betah jika ada keinginan tidak baik saat masuk rumah tersebut salah satunya adalah belanda pada masa itu.
Emas itu dalam bentuk gaib,hasil perolehan sang suami mbah Mudin waktu melaksanakan tirakat (meditasi),dan keberadaannya sampai saat ni tetap ada serta tidak seorangpun bisa mengambilnya.
Mushola pertama kali di Desa Tunjung, pusat tempat mengaji bagi masyarakat sekitar. |
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa perjuangan beliau demi agama dan bangsa, serta di buktikan dari rumah dan tempat mushola yang menjadi saksi perjuangan bliau masih kokoh serta utuh.
Dengan bangunan yang khas jaman belanda tempat tinggal yang masih ditempati sekarang,bersama Putra angkatnya dan juga adanya mushola model lama tempat bliau memberikan ilmu agama kepada para santrinya tepat di sebelah rumah tempat tinggal Mbah Mudin.
Pada masanya,hingga pelosok luar kota banyak yang berdatangan ketempat Mbah Mudin mulai dari kota jombang (tebu ireng) sampai Kalimantan untuk menghadiri acara rutinan tiap 3 bulan sekali suatu program kumpulan tokoh agama yang diadakan Mbah Mudin dan Suaminya di kediamannya serta acara rutin tahunan seperti houll dan lain sebagainya.
Tapi sekarang tinggal puing sebuah crita dan saksi bisu dari Mushola tersebut,semenjak sepeninggalan suaminya pada masa beberapa tahun yang lalu, serta santriwan dan santriwatipun habis satu persatu.
Mbah Mudin pun bertahan sendiri,dengan kesetiannya kepada suami, bliau tidak menikah lagi sampai hari ini dan tanpa dikaruniai anak satupun. Cobaan yang sangat luar biasanya bagi Mbah Mudin dalam mempertahankan perjuangan seorang suami sampai detik ini,
Penulis: Wahyoe Ang-G
COMMENTS