Sebenarnya pengaturan tanah bengkok sudah dimulai dari Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1982 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya.
Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI Daring) Tanah Bengkok adalah tanah yang diterima (untuk diusahakan) sebagai pengganti gaji (bagi pamong desa dan sebagainya) dan atau dalam kaitan dengan jabatan yang dipegang; tanah jabatan.
Sebenarnya pengaturan tanah bengkok sudah dimulai dari Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1982 tentang Sumber Pendapatan dan Kekayaan Desa, Pengurusan dan Pengawasannya. Pada pasal 3 dijelaskan kekayaan desa salah satunya terdiri dari Tanah-tanah Kas Desa.
Kemudian dipertegas kembali pada pasal 9 bahwa tanah-tanah desa termasuk Tanah Kas Desa, Tanah Bengkok, Titisara, Pangonan, Kuburan dan lain lainnya yang sejenis yang dikuasai oleh dan merupakan kekayaan desa, dilarang untuk dilimpahkan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan proyek proyek pembangunan yang ditetapkan dengan keputusan desa.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa disebutkan pada pasal 1 angka 10 bahwa Tanah Desa adalah barang milik desa berupa tanah bengkok, kuburan, dan titisara.
Pada PP 47 Tahun 2015 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 43 tahun 2014 tentang peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa pasal 1 dijelaskan bahwa Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam kaitan dengan tanah kas desa yang disebutkan sebagai salah satu kewenangan desa berdasar hak asal usul adalah pengelolaan Tanah Kas Desa sebagaimana disebutkan pada pasal 34 huruf d.
Untuk mencegah hilangnya aset desa, maka aset desa yang berupa tanah disertifikat atas nama desa yang hasil pemanfaatannya (sewa atau kerjasama) dihitung melalui proses pengaggaran APBDesa dalam satu tahun anggaran pada pendapatan asli desa yang diterima dan disalurkan wajib melalui Rekening Kas Desa. Sebagaimana disebut dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa.
Sedangkan penggunaan dari belanja desa dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain dapat digunakan untuk tambahan tunjangan kepala Desa dan perangkat Desa selain penghasilan tetap dan tunjangan kepala Desa.
Sudah jelas bahwa tanah kas desa, bengkok, titisara atau sebutan lainnya merupakan kekayaan desa yang pengelolaannya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan desa dan bukan tanah milik desa yang penggunaan maupun hasil pengelolaannya dilakukan diluar APBDesa tanpa tercatat dalam rekening kas desa.
[post_ads_2]
COMMENTS