Saat aku menjadi Babi Hutan banyak jagung petani aku makan, tetapi jika aku menjadi manusia dan menjadi Kepala Desa dengan nafsuku aku bukan hanya memakan jagung petani, tetapi tanah ladang, pasir, aspal, batu bahkan beras untuk warga miskinpun akan aku makan.
Pada masa-masa Pemilu yang sebentar lagi memasuki tahapan Pemilihan Legislatif dan Presiden kemudian dilanjutkan dengan Pilkades Serentak di Kabupaten Lumajang, saya teringat kisah seorang Calon Kepala Desa yang datang pada KH. Ahmad Rofi'i Pengasuh PP. Roudlotul Ulum Tunjung Randuagung, untuk meminta doa restu terhadap pencalonanya.
Dalam bincang-bincangnya kyai tersebut berkisah tentang se ekor babi hutan yang tidak mau menjadi manusia.
Dalam Perjalanan kisah ini dimulai dari hararapan Babi Hutan untuk menjadi manusia. Babi Hutan melakukan pertapaan yang cukup lama untuk memohon kepada Tuhan agar dirinya dikabulkan untuk menjadi seorang manusia.
Dalam pertapaannya yang cukup lama dan sabar, maka Malaikat pun menyampaikan kepada sang Pencipta bahwa ada se ekor Babi Hutan yang melakukan pertapaan untuk memohon dijadikan manusia.
“Ya Tuhan..., aku melihat dan mengamati se ekor Babi Hutan melakukan pertapaan yang panjang untuk memohon dijadikan manusia” kata Malaikat.
Tuhan pun menjawab “Ya.. aku sudah tahu. Sampaikan pada si Babi bahwa permohonannya aku kabulkan, tapi ada syaratnya”.
Dengan penuh tanda tanya Malikat menjawab “Apa gerangan syaratnya wahai Tuhanku”
“Syaratnya adalah... Aku jadikan si Babi Hutan menjadi manusia dengan syarat dia harus mau menjadi {........... berbisik }” kata Tuhan.
Setelah mendapat jawaban tersebut Malaikat pun bergegas memohon diri untuk segera menemui Babi Hutan.
Sesampainya di depan babi hutan malaikat segera menyampaikan berita gembiranya. “Wahai Babi Hutan berhentilah kamu dari pertapaanmu. Karena permohonanmu sudah dikabulkan untuk menjadikanmu menjadi seorang manusia”
Babi Hutan terperanjat dari pertapaannya dengan kedatangan Malaikat yang membawa kabar bahagia atas terkabulkan permintaannya untuk menjadi manusia.
Terpancar senyum bahagia yang terlihat diwajahnya, Babi Hutan Berujar, “Terimakasih malaikat. Aku sangat bahagia karena menjadi manusia adalah permohonanku, sebab manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempuna dan aku tidak akan menyianyiakannya”.
“Tapi... Kamu janganlah bahagia dulu, masih ada syarat yang harus kamu penuhi dalam menjadi manusia” kata Malaikat pada Babi Hutan.
Dengan penuh tanda tanya dan penasaran Babi Hutan berkata ”Hmmm... Apa gerangan syaratnya malaikat ????”
“Setelah nanti kamu menjadi manusia kamu juga harus mau menjadi seorang Kepala Desa” kata Malikat dengan tegas menyampaikan syarat tersebut.
Setelah menyampaikan syarat tersebut Babi Hutan pun bukannya bersujud syukur atas terkabulkan permohonannya untuk menjadi seorang manusia bahkan bukan hanya menjadi menjadi seorang manusia biasa tapi juga menjadi seorang Kepala Desa, akan tetapi Babi Hutan malah lari dengan kencang meninggalkan Malaikat sendirian.
Dengan penuh tanda tanya Malaikat mengejar Babi Hutan untuk mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. “Hei..Babi Hutan.. tunggu dulu, apa yang sebenarnya kamu inginkan. Permohonanmu sudah dikabulkan tetapi kamu malah lari meninggalkanku” kata Malaikat.
Babi hutan berhenti dan menjawab pertanyaan malikat dengan raut muka yang sedih “Wahai Malaikat, sampaikan pada Tuhan, biarkan aku menjadi Babi Hutan saja, karena jika aku menjadi manusia dan menjabat sebagai Kepala Desa aku tidak akan mampu menjaga nafsuku. Saat aku menjadi Babi Hutan banyak jagung petani aku makan, tetapi jika aku menjadi Kepala Desa dengan nafsuku aku bukan hanya memakan jagung petani, tetapi tanah ladang, pasir, aspal, batu bahkan beras untuk warga miskinpun akan aku makan. Jadi sekalilagi sampaikan permohonan maafku pada Tuhan untuk membiarkan aku menjadi Babi Hutan saja”
Malaikatpun terdiam sambil menatap Babi Hutan yang meninggalkannya berangsur-angsur menghilang dari pandangannya.
Setelah menyampaikan kisah tersebut KH. Ahmad Rofi'i berpesan kepada Calon Kepla Desa tersebut bahwa Babi Hutan pun enggan menjadi Kepala Desa jika tidak mampu mengontrol nafsunya.
Dengan beratnya amanah yang di emban seorang pemimpin maka jika tidak dabarengi niat yang kuat untuk memperbaiki tatanan kehidupan dalam bermasyarakat demi mewujudkan kemaslahatan maka seyogyanya untuk ditunda dulu dan berikan kepada mereka yang memiliki kemampuan baik dalam segi ilmu dan dan kemampuan leadership yang kuat. (FD)
COMMENTS