Komunitas Penggali Sejarah Tunjung, menemukan sebuah keunikan dibalik kesuksesan Desa Tunjung sampai saat ini. Nama Tunjung itu sendiri bisa dikenal berkat tokoh pemimpin pertama Desa tersebut, yaitu yang bernama “Wir” sebutan masyarakat setempat atau dengan nama lengkap “Wiryo”. Siapakah Wiryo tersebu?
Memang sebuah kisah tentang munculnya sejarah, tidak pernah terlepas dari beberapa tokoh penting di masyarakat dalam mengawali sebuah perjuangan untuk membangun peradaban baru. Berawal dari tempat tinggal pula sebuah sejarah di ukir, dan banyak tersimpan cerita mistis didalamnya serta perjalanan kisah kehidupan.
Salah satu yang terungkap kembali pada sebuah desa yang banyak menyimpan kisah menarik dibalik kesibukan masyarakatnya bisa dikatakan desa tersebut tergolong ketegori masyarakat kelas menengah atas, walaupun sebagai desa pelosok.
Semua itu berkat kepemimpinan yang di usung oleh para pemimpin terdahulu, yang menjadikan peradaban tertinggal menjadi peradaban maju serta menjadi panutan para tokoh pemimpin sampai saat ini.
Lagi-lagi kecamatan Randuagung tepatnya desa Tunjung, kembali team (KPST) Komunitas Penggali Sejarah Tunjung, menemukan sebuah keunikan dibalik kesuksesan Desa Tunjung sampai saat ini.
Nama Tunjung itu sendiri bisa dikenal berkat tokoh pemimpin pertama Desa tersebut, yaitu yang bernama “Wir” sebutan masyarakat setempat atau dengan nama lengkap “Wiryo”. Siapakah Wiryo tersebu?
Ya, tepatnya seorang yang bernama “Wir atau Wiryo”,adalah tokoh pemimpin atau Kepala Desa Tunjung pertama kali.
Dengan dikaruniai 4 (empat) orang anak, tiga di antara perempuan dan satu laki-laki.
Dalam keluarga besarnya itulah beliau membesarkan nama Desa Tunjung yang di dukung penuh oleh keluwarga serta anak-anaknya dengan memberikan semangat penuh kepada ayahnya sebagai Kepala Desa Tunjung tersebut.
Untuk mengenan jasa beliau, dibuktikan adanya makam lama yang masih kokoh sampai saat ini yang berada di tengah-tengan makam masyarakat umum.
Juga adanya keberadaan rumah kebesaran yang terjaga sangat rapi oleh keturunan keluwarga beliau dengan bentuk bangunan yang besar dan megah.
Seakan-seakan menggambarkan sebuah istana keluwarga kaya atau terpandang, sebagai panutan masyarakat di daerah tersebut.
Keberadaan rumah serta makam tokoh Kepala Desa Tunjung pertama ini, tepatnya di Desa Tunjung Krajan II.
Dan sisi keunikan lain yang teringat oleh masyarakat sampai saat ini, yaitu kisah dibalik keluwarga “Wiryo” dalam kisah misterinya.
Wiryo kepala desa pertama tunjung dikenal warga sebagai sosok yang sangat unik, dikenal sebagai pemimpin yang tegas, adil, ramah serta mempunyai spiritualis yang tinggi.
Makanya tidak heran jika seorang yang bernama Wiryo dipercaya menjabat sebagai kepala desa oleh warga sampai akhir hayatnya, bahkan menurut keterangan Mak Rani salah satu warga yang masih mengingat kisah itu mengatakan “setiap pak wiryo mengambil sebuah keputusan dalam permasalahan yang ada di desa maupun dengan warga, tidak jarang beliau melakukan sebuah ritual dahulu untuk mendapatkan jawaban yang tepat dalam menyelesaikan setiap masalahnya.
Dan rumah beliaupun tidak pernah sepi dari sasaran warga selain untuk kepentingan diskusi serta pribadi juga karena, dipercaya sebagai seorang yang mempunyai kelebihan luar biasa dari pada orang lain pada umumnya”. Kata Mak rani dengan bangganya memaparkan.
Tempat tinggal Wiryo yang megah itu dibuat oleh masa jaman belanda, yang duhulunya memang sebagai basis kantor pemerintahan kolonial dan sampai turun ketangan keluwarga Wiryo pun tetap digunakan sebagai basis kantor kepala desa juga sekaligus tempat persinggahan beserta keluwarganya.
Dari kebiasaan beliau dalam setiap menjalankan sebuah tugas pemerintahan maupun secara pribadi, tidak terlepas dari yang namanya Lelaku (istilah adat jawa, dalam sebuah ritual) karena itu tidak heran jika dalam kehidupan didalam rumah tangganya pun terdapat bebrapa cerita mistis yang salah satunya dialami oleh salah satu anaknya yang bernama “Newan”.
Konon di kisahkan anak ketiga dari “Wiryo” tersebut meninggal dunia yang tanpa diketahui sebabnya berjenis kelamin laki-laki, gagah serta tampan.
Dan suatu saat setelah tujuh hari sepeninggalan seorang anak laki-laki yang bernama “Newan” tersebut, selesai dalam acara selamatan. Pada suatu malam kesembilan harinya, putra Wiryo yang bernama Newan pulang dan menampakan wujudnya kepada seluruh keluwarga dengan seakan-akan tanpa terjadi permasalahan sedikitpun.
Seraya sontak tercengang semua keluwarga kaget waktu malam itu, atas kedatangn “Newan” anak laki-laki yang sudah terkubur jasadnya.
Keluwarga tidak ada yang percaya atas kejadian malam itu, tapi “Newan” bersihkeras membuktikan bahwa keberadaannya dimalam itu adalah benar-benar dia.
Semua keluwarga menolak, karena mereka mencoba melupakan atas kepergiaan anaknya yang baru saja meninggal sudah perjalanan tujuh hari dan tiba-tiba datang seorang anak dengan berwajah sama mengaku sebagian keluwarga “Wiryo” dengan dalih bahwa seorang anak yang bernama “Newan” tersebut tidak meninggal.
“Newan” pun akhirnya bersikukuh untuk membuktikan kepada keluwarganya, dengan cara meminta ibunya untuk di gedong oleh “Newan” berada tepat dibelakang punggungnya supaya ibu Newan bisa menyentuhnya secara langsung.
Yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian, sambil menggendong ibunya.
Newan mengambil beberapa uang recehan, hasil penaburan masyarakat yang dicampur dengan beras kuning sejauh waktu masyarakat menaburkan uang recehan kejalanan sampai ketempat pemakaman (tradisi masyarakat setempat).
Ritual yang dilakukan “Newan” dengan cara berjalan menggunakan kedua tangannya yang posisi kepala dibawah serta kaki diatas sebagai perjuanagn pembuktian Newan kepada keluwarga serta ibunya yang masih tetap berada digedongan dibelakang punggungnya.
Sampai akhirnya, terkumpulah recehan uang tersebut dalam ‘Baskom’ (wadah yang terbuat dari perak putih) sampai penuh yang dibawa kerumahnya kembali sambil tetap menggendong ibunya dengan posisi masih berjalan menggunakan kedua kakinya.
Dengan pembuktian itu tetap keluwarga masih belum bisa menerimanya, bahkan putra ketiga Wiryo ini sempat mengajak beberapa warga dan keluwarga untuk menunjukkan makam yang mengubur jasad Newan.
Ditempat makam itu, warga dan keluwarga sempat tercengang, melihat keberadaan makam Newan yang menyala didalam tanah kuburntya yang seakan ada sebuah lampu didalam makam tersebut.
Dari kejadian itu, tetap seorang anak bernama “Newan” tersebut pulang dan pergi setiap saat tanpa di ketahui kepergiannya oleh keluwarga dan selalu kedatangan “Newan” tepat menjelang malam setelah matahari terbenam dan pergi sebelum matahari muncul kepermukaan.
Dan kejadian itu masih tidak diketahui penyebabnya oleh keluwarga sampai saat ini, kisah itu belum terungkap keanehannya oleh pihak keluwrga.
Serta kisah itupun cuma berakhir sampai hari ketujuh berikunya, selanjutnya tidak pernah muncul kembali sampai pada akhir Kepala Desa pertama Tunjung menghembuskan nafas terkhirnya.
Penulis: Wahyoe Ang-g
COMMENTS