Pendamping desa dengan professionalitasnya harus mampu menjadi penggerak masyarakat dalam mewujudkan desa yang mandiri. Dengan intervensi inovasi dan mengadopsi teknologi tepat guna yang aplikatif untuk mengolah lahan sesuai dengan kebutuhan sumberdaya desa demi meningkatkan .........
Saat kita mendengar kata “Desa” maka yang tergambar di benak kita adalah keadaan sosio kultur yang menggambarkan interaksi soasial masyarakat dengan kesederhanaan dan gotong royongnya berlatar belakang keindahan alam yang dilengkapi hamparan sawah dan pegunung nan asri sebagaimana ungkapan “Gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo”. Akan tetapi gambaran tersebut seakan-akan hanya menjadi cerita fiksi desa karena pada kenyataannya penduduk miskin terbesar berada di wilayah perdesaan.
Kemiskinan penduduk desa disebabkan karena hanya menempatkan diri pada kegiatan ekonomi pada hulu dengan hanya memproduksi barang mentah yang jelas-jelas secara ekonomi sangat rendah dibanding dengan hilir. Masih banyak petani menjual padi sebelum masa panen bahkan sudah banyak lahan produktif pertanian beralih fungsi menjadi perumahan dan kebun sengon. Kenyataan itu terjadi karena cost produksi pertanian yang dikeluarkan petani cukup tinggi, seperti biaya bibit, biaya tanam, obat dan pupuk, biaya angkut tinggi, biaya pengeringan dan biaya giling, belum lagi jika irrigasi tidak lancar dan ada hama menyerang lahan pertanian. Jika hal ini dibiarkan terus terjadi bukan mustahil import beras akan terus terjadi dan swasembada pangan hanya sebatas mimpi.

Rata-rata penduduk desa belum mampu berdaulat dengan kesulitan aset dan modal yang dijadikan kesempatan bagi para para pemilik modal (cukong dan tengkulak) semakin menempatkannya dalam ketidak berdayaan. Belum lagi jika kita melihat infrstruktur didesa yang masih jauh dari kata baik yang semakin menambah penderitaan penduduk desa.
Dari berbagai masalah yang menghimpit desa maka semakin menempatkan masyarakat dalam jurang kemiskinan yang dapat dilihat dengan masih tinggiya angka urbanisasi dan ditemukannya kasus kematian ibu melahirkan, kelahiran bayi dengan berat tidak normal (stunting) dan gizi buruk. Dari segi pendidikan gelar sarjana di desa merupakan suatu hal yang prestige dan dapat dihitung dengan jari karena orang desa sarjana hanya orang kaya yang mampu meraihnya ini menunjukkan tingkat pendidikan di desa masih rendah.
Saat ini harapan baru telah datang dengan hadirnya Undang-undang Desa yang membawa angin segar kepada desa. Dana Desa dari APBN pada tahun 2018 adalah sebesar 187 Trilyun yang disebar diseluruh desa di Indonesia sebesar 1 Milyar rata-rata tiap desa. Semangat rekognisi dan subsidiaritas Undang-undang desa memberi ruang seluas-luasnya kepada desa untuk mengatur dan membangun desa berdasar potensi dan kebutuhan desanya.

Demi mempercepat pembangunan desa pemerintah melalui Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dengan menerjunkan Pendamping Desa nya yang tersebar diseluruh desa sebagai aktor pemberdaya masyarakat. Pendamping desa harus memeberikan jalan dengan membuka ruang berpikir untuk menempat desa sebagai subyek pembangunan bukan lagi sebagai obyek yang ditur oleh kepentingan golongan dan pemodal untuk menyerap kekayaan sumber daya alam desa.
Pendamping desa dengan professionalitasnya harus mampu menjadi penggerak masyarakat dalam mewujudkan desa yang mandiri. Dengan intervensi inovasi dan mengadopsi teknologi tepat guna yang aplikatif untuk mengolah lahan sesuai dengan kebutuhan sumberdaya desa demi meningkatkan nilai ekonomi dan menyerap tenaga kerja guna mencegah urbanisasi.
Pemetaan potensi desa melalui kajian yang menyertakan rakyat sebagai partisipan, mulai dari perumusan masalah, desain dan perencanaan, implementasi, hingga monitoring program akan menumbuhkan rasa memiliki dan kecintaan akan desanya.

Sinergitas program pemerintah daerah dengan desa harus tetap terjalin melalui musyarah desa dan musyawarah perencanaan pembangunan desa yang tujuannya untuk membangun desa sebagai tonggak kekuatan pemerintah daerah dalam pembangunan.
Prakter rentenir yang saat masih marak terjadi didesa semakin menambah penderitaan masyarakat. Untuk mengatasi masalah tersebut pemerintah harus mendorong ekonomi desa dengan memberikan wadah sebagai penggerak ekonomi desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) yang beroriaentasi bukan hanya pada bisnis semata akan tetapi faktor sosial juga harus terfikirkan. Konsep ekonomi kerakyatan yang berlandaskan gotong royong harus kita dorong di sektor permodalan, ekonomi kretaif, pariwisata dan usaha lainnya berdasarkan potensi desa.
Peningkatan sumber daya masyarakat dengan mengubah cara berpikir atau saat ini lebih dikenal dengan "Revolusi Mental" menjadi hal yang mutlak untuk dilaksanakan. Salah satu kehadiran pendamping desa sebagai pemberdaya masyarakat adalah mengedukasi masyarakat agar lebih mengenali potensi desanya untuk melakukan inovasi dengan memanafaatkan adopsi teknologi melalui burasa inovasi desa sebagai solusi dari permasalahan yang ada di desa. Ayo berdesa bersama Pendamping Desa untuk mewujudkan desa yang mandiri. (FD/KIMNAMBI)
COMMENTS