Sudah saatnya kita berkaca pada fenomena berebut menjadi imam, artinya nerima “Legowo” untuk mempersilahkan orang lain menjadi imam jika sama-sama mempunyai kemampuan untuk memimpin.
Sudah lumrah disaat kita lihat disaat berapa orang akan melakukan sholat berjamaah diantara mereka saling mempersilahkan untuk menjadi imam sholat hingga akhirnya didapatlah imam yang diantara mereka untuk memimpin sholat mereka.
Fenomena itu terjadi karena diantara meraka saling menghargai dan menghormati antara satu dengan yang lainnya tanpa menganggap rendah yang lainnya.
Tetapi terkadang kita lihat juga ada orang yang dengan percaya dirinya cukup tinggi langsung maju satu langkah diantara yang lain untuk menjadi imam, akan tetapi dalam pelaksanaannya kurang memahami bagaimana cara sholat yang baik bahkan bacaannya pun amburadul tanpa tanpa mengikuti kaidah tajwid yang benar, bahkan terkesan seperti anak yang sedang belajar mengaji.
Dari analogi itu dapat kita simpulkan bahwa sangat manusiawi bahwa setiap orang ingin mejadi pemimpin, akan tetapi haruslah tahu kemampuan diri tanpa memaksakan kehendak dengan menggunakan berbagai macam cara untuk menjadi pemimpin meskipun dirinya belum layak.
Untuk itu janganlah heran jika kita lihat saat ini banyak orang berebut menjadi pemimpin, meskipun untuk mencapinya harus dilakukan dengan cara saling sikut, saling menjatuhkan bahkan cara-cara keji sekalipun seperti membuka aib pribadi, fitnah dan intimidasi sebagaimana kita lihat pada Pemilu Kepala Daerah yang dilaksanakan secara serantak baru-baru ini.

Sebenarnya cukup sederhana kenapa masyarakat sedikit apatis dalam memilih, bahkan kenapa money politik menjadi lumrah?, karena Pemimpin yang mereka pilih seringkali tidak mau mendengar aspirasi bahkan parahnya melupakan dan mengabaikan orang yang dulu memilihnya hanya karena terbuai dengan kekuasaan dan kenikmatan duniawinya bersama orang-orang terdekatnya saja.
Andai saja pemimpin menggunakan kekuasaannya dengan bersikap adil dan mementingkan kepentingan masyarakat untuk membangun kesejahteraan dan kebaikan hidup pastilah kebaikan tersebut tidak akan mampu ditukar dengan uang berapaun jumlahnya.
Sehingga sebesar apapun himbauan yang dibuat dengan tulisan yang cukup besar “TOLAK MONEY POLITIK” tidak akan mampu membendung selama pemimpin belum mampu mensejahterakan masyarakatnya.
Seringkali kita jumpai banyak orang hanya berpikir untuk jadi pemimpin tanpa tahu harus berbuat apa setelah menjadi pemimpin.
Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya konflik dan banyaknya kepentingan-kepentingan pribadi dan golongan dengan mengorbankan kepentingan yang lebih besar untuk kemakmuran masyarakat.
Sudah saatnya kita berkaca pada fenomena berebut menjadi imam, artinya nerima “Legowo” untuk mempersilahkan orang lain menjadi imam jika sama-sama mempunyai kemampuan untuk memimpin.
Karena bisa jadi dia adalah yang terbaik diantara yang baik atau buruk diantara yang terburuk.
Untuk itu, bagi para pemilih pemimpin kenalilah calon pemimpinmu dengan melihat kemampuannya, riwayat hidupnya, keluarganya dan orang-orang disekelilingnya sehingga didapat pemimpin yang amanah dan mau berbuat yang terbaik untuk kepentingan bersama bukan untuk kenikmatan pribadi dan golongannya.
COMMENTS